Emas dan Kisah Kejayaan Bangsa

Jumat, 24 September 2010

Uang dalam berbagai bentuknya sebagai alat tukar perdagangan telah dikenal ribuan tahun yang lalu seperti dalam sejarah Mesir kuno sekitar 4000 SM-2000 SM. Dalam bentuknya yang lebih standar, uang emas dan perak diperkenalkan oleh Julius Caesar dari Romawi sekitar tahun 46 SM. Julius Caesar ini pula yang memperkenalkan standar konversi dari uang emas ke uang perak. Standar Julius Caesar ini berlaku di belahan dunia Eropa. Sementara dalam belahan dunia di Semenanjung Arabia, uang emas dan perak dikenal dengan nama dinar dan dirham. Dinar dan dirham menjadi mata uang Semenanjung Arabia bahkan sebagian Eropa dan Asia sampai berakhirnya Dinasti Turki Usmani tahun 1924.

Sebagai mata uang yang (hampir) terlupakan dalam jejak sejarah, dinar saat ini mulai menggeliat dalam perkembangan perekonomian di dunia. Belum seabad dinar hilang dalam peredaran, sekarang geliatnya bukan saja di Timur Tengah, bahkan di berbagai wilayah di Indonesia, dinar juga mulai mendapatkan apresiasi publik. Inilah yang ditengarai Muhaimin Iqbal dalam bukunya “Dinar The Real Money: Dinar Emas, Uang dan Investasiku.” Iqbal melihat dinar layak dipertimbangkan menjadi mata uang di era modern, khususnya di tengah gejolak ekonomi global yang rumit dan runcing. Selain mempunyai nilai instrinsik yang tinggi, nilai ekstrinsik dinar juga relatif stabil. Kedua nilai yang saling mendukung inilah yang menjadikan dinar waktu lampau bisa bertahan sampai 14 abad lamanya.

Gerak dinar di masa lalu menjadi basis perekonomian dunia Islam. Seorang tokoh yang terus dikutip penulis buku ini adalah Abdurrhaman ibn Auf. Dia seorang sosok sahabat Nabi Muhammad yang kaya raya dan membelanjakan kekayaannya untuk menjamin masa depan umat Islam saat itu. Miliaran rupiah dia keluarkan untuk menanggung beban negara dalam mengayomi para tentara dan rakyat. Bahkan berkali-kali kekayaannya dari kapal hasil dagang dengan China diberikan semuanya kepada rakyat. Metode yang digunakan Abdurrahman ibn Auf adalah dengan dinar (emas). Cara dia untuk menginvestasikan kekayaan lewat dinar (emas) terbukti menjaga kesetabilan keuangan negara. Tak salah, ketika bersama Muhammad memimpin negara Madinah, Abdurrahman ibn Auf menjadi Menteri Keuangan sekaligus Kepala Bulog.

Dari tangan dinginnya, peradaban Islam yang dibawa Muhammad bukan saja membangun kemegahan peradaban, sebagaimana diakui oleh Robert N Bellah, tetapi juga menjamin kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Dari tangan dingin Abdurrahman in Auf, dinar menjadi standar keuangan untuk menjaga stabilitas ekonomi. Inspirasi ibn Auf dilakukan dengan seksama pada jaman Dinasti Bani Umayyah, Dinasti Bani Abbasyiah, bahkan juga Dinasti Turki Usmani. Ketika Harun Al-Rasid memimpin Dinasti Abbsyiah, ibn Auf menjadi inspirator gerakan ekonomi kerakyatannya, sehingga bangunan teknologi dan pengetahuan yang dibangun dengan megah, bisa sukses dan kesejahteraan rakyat miskin juga terjamin. Mereka bukan saja menjalannkan dinar sebagai gerak ekonomi, tetapi juga menjaga gerak fiskal dan moneter negara. Resesi ekonomi bisa dilalui tanpa harus mengorbankan rakyat kecil yang miskin. Itu semua dibuktikan oleh Dinasti Turki Ustami. Untuk itu, bukti dan jejak sejarah ini membuat penulis menjadikan dinar sebagai solusi strategis dalam menjaga perekonomian global saat ini.

Inilah dinar sebagai investasi masa depan, yang oleh futurolog ekonom Barat, John Naisbitt, akan kembali menjadi mata uang dunia. Prediksi Naisbitt semakin menguat tatkala millenium ketiga krisis eknonomi melanda dunia ketiga (underdevelopment) dan berbagai negara kebingungan dengan mata uang dolar Amerika Serikat yang perkasa dan “hegemonik”. Masyarakat Eropa sendiri memproklamirkan mata uang Euro sebagai alat tukar kawasannya. Sementara kawasan lain masih dihegemoni dolar AS yang terus memperpuruk ekonomi dunia. Tak terkecuali Indonesia yang sampai sekarang masih dijerat hutang dari berbagai lembaga donor asing. Indonesia akhirnya bergantung dengan lembaga donor dan melupakan potensi ekonomi bangsa sendiri.

Iqbal mendifisikan dinar sebagai investasi masa depan. Iqbal melihat dinar sebagai komoditi yang spesial dan unik. Dinar (emas) digali dalam perut bumi dan terakumulasi di permukaan bumi. Beredar tidak banyak, diperkirakan berkisar antara 150.000 ton-160.000 ton saja. Dinar, dengan demikian, menjadi alternatif dari US $ dan mata uang kertas lainnya. Seluruh mata uang kertas turun nilainya dari waktu ke waktu karena uang baru selalu bisa dicetak kapan saja dan berapa saja peemrintah mau. Daya beli dinar juga stabil sepanjang jaman. Statistik modern telah menunjukkan fakta tersebut dalam berbagai lintasan sejarah umat manusia. Selain itu, nilai emas ditentukan oleh pasar dan selalu dalam kondisi “bull market” (hlm. 69).

Keunggulan-keunggulan inilah yang menjadikan dinar awet dalam melalui babakan sejarah. Indonesia terbukti ambruk perekonomiannya hanya terlalu bergantung dengan rupiah dan dolar. Terbukti, saat krisis 1998, satu dekade lalu, dinar (emas) diburu negara untuk menyelamatkan keuangan publik. Bukti historis inilah yang penting dipahami untuk menata perekonomian bangsa. Bahwa dinar layak menjadi jalan investasi masa depan. Dinar benar-benar solusi strategis bangsa untuk menjaga stabilitas ekonomi. Jangan sampai mata uang rupiah semakin ambruk karena ditopang mata uang asing yang hegemonik. Kita kembali belajar kepada masa silam bahwa dinar bertahan selama 14 abad menghidupi Semenanjung Arabia sampai ambruknya Turki Usmani 1924.

Indonesia masih berumur panjang, jadikan dinar sebagai salah satu nafas pergerakan ekonomi masa depan. Inilah rekomendasi krusial yang dilayangkan penulis dalam bukunya yang bernas ini.

Resensi
Judul : Dinar The Real Money: Dinar Emas, Uang dan Investasiku
Penulis : Muhaimin Iqbal
Penerbit : GIP Jakarta
Cetakan : I, 2010
Tebal : 199 halaman
oleh : Siti Muyassarotul Hafidzoh (Pengkaji Enterpreneurship dan Pendidikan di UIN Sunan Kalijaga)
sumber: http://oase.kompas.com/read/2010/08/13/00573870/Emas.dan.Kisah.Kejayaan.Bangsa

0 komentar:

Posting Komentar