Kritik Sumber ( Verivikasi ) Dalam Penelitian Sejarah

Selasa, 20 Oktober 2009

Setelah selesai dilaksanakannya langkah pengumpulan sumber-sumber sejarah (heuristik) dalam bentuk dokumen-dokumen, maka yang harus dilaksanakan berikutnya adalah mengadakan kritik (verifikasi) sumber. Melalui kritik sumber diinginkan agar setiap data-data sejarah yang diberikan oleh informan hendak diuji terlebih dahulu validitas dan reliabilitasnya, sehingga semua data itu sesuai dengan fakta-fakta sejarah yang sesungguhnya.
Terdapat 2 (dua) jenis kritik sumber, eksternal dan internal.
1. Kritik Eksternal :
Kritik eksternal ingin menguji otentisitas (keaslian) suatu sumber, agar diperoleh sumber yang sungguh-sungguh asli dan bukannya tiruan atau palsu. Sumber yang asli biasanya waktu dan tempatnya diketahui. Makin luas dan makin dapat dipercaya pengetahuan kita mengenai suatu sumber, akan makin asli sumber itu.
Dalam hubungannya dengan historiografi otentisitas suatu sumber mengacu kepada masalah sumber primer dan sumber sekunder. Maka konsep otentisitas (keaslian) memilik derajat tertentu, dan terdapat tiga kemungkinan otensitas (keaslian) suatu sumber, yakni sepenuhya asli, sebagian asli, dan tidak asli. Dalam hubungan ini dapat diinterpretasikan bahwa sumber primer adalah sumber yang sepenuhnya asli, sedang sumber sekunder memiliki derajat keaslian tertentu.
Kritik eksternal memiliki fungsi negatif, artinya dengan kritik eksternal peneliti berusaha untuk menjauhkan diri dari penggunaan bukti atau dokumen yang palsu, sementara kritik internal fungsinya lebih bersifat positif, artinya melalui kritik eksternal tersebut peneliti akan lebih berupaya menggunakan bukti-bukti yang terbukti kebenarannya (authenticated evidence).
Dibandingkan dengan kritik internal yang bersifat sebagai higher criticism, maka kritik eksternal lebih dianggap sebagai lower criticism. Kritik eksternal menguji keaslian dokumen, sedang kritik internal lebih menguji makna isi dokumen (Robert Jones Shafer, 1974 : 117-119).
Sasaran kerja kritik eksternal adalah uji otentisitas (keaslian) suatu sumber atau dokumen. Uji otentisitas (keaslian) sumber atau dokumen sejarah dapat dilakukan melalui :
a. Determinasi Pengarang / Informan dan Tanggal
Determinasi pengarang atau informan suatu dokumen diperlukan untuk menentukan apakah nama yang tercantum dalam suatu dokumen sungguh-sungguh nama pengarang atau informan yang menyusun suatu dokumen. Uji nama pengarang atau informan ini menjadi suatu keharusan apabila terdapat kecurigaan bahwa ternyata terdapat kepalsuan dalam dokumen tersebut, baik sebagian atau malahan seluruhnya
b. Pemalsuan
Uji otentisitas (keaslian) suatu sumber atau dokumen yang kedua adalah uji terhadap pemalsuan (forgeries). Termasuk pemalsuan terhadap suatu dokumen adalah memalsukan seluruh dokumen atau artefak, melakukan interpolasi (penyisipan), plagiatisme, dan memutar-balikkan dokumen.
c. Restorasi Teks
Pada bagian-bagian tertentu suatu dokumen sering terdapat kerusakan, karena berbagai sebab. Beberapa karena adanya interpolasi (penyisipan) dengan sengaja, ada juga penyalinan dan pemindahan teks yang kurang cermat dan teliti.
Gejala modern yang menyulitkan pula menentukan siapa pengarang suatu buku atau artikel adalah termasuk ghostwriting (penulis untuk orang lain) dan plagiatisme (penjiplakan). Dalam hubungan ini diperlukan sikap hati-hati untuk menggunakannya sebagai acuan.

2. Kritik Internal:
Berbeda dengan kritik eksternal yang lebih menitikberatkan pada uji fisik suatu dokumen, maka kritik internal ingin menguji lebih jauh lagi mengenai isi dokumen. Uji kredibilitas disebut juga uji reliabilitas. Artinya sejarwan ingin menguji seberapa jauh dapat dipercaya kebenaran dari isi informasi yang diberikan oleh suatu sumber atsau dokumen sejarah. Sebagai suatu kritik, kritik internal lebih ’’higher’’ , sebagai higher criticism.
Mengenai kebenaran (the truth) itu sendiri merupakan suatu masalah yang tak pernah tuntas untuk dibahas. Kebenaran yang berhasil ditangkap oleh seseorang terhadap suatu gejala atau fenomena banyak bergantung terhadap persepsi, dan persepsi banyak dipengaruhi oleh latarbelakang budaya, agama dan kehidupannya. Secara teoritik suatu informasi seorang informan atau pengarang dalam suatu dokumen dipandang benar, apabila isi informasi dalam dokumen itu memang benar, rasional, dan logik, dan karenanya kredibel (dapat dipercaya). Namun konsep otentik dan kredibel itu sendiri merupakan dua konsep yang terpisah dan tidak identik. Bisa saja seorang informan atau suatu dokumen otentik, namun belum tentu kredibel.
Sasaran kerja kritik internal adalah uji kredibilitas informan atau pengarang (penulis) sumber atau dokumen. Uji krediblitas berupaya untuk menguji : (1) kemampuan untuk melapor atau menulis dokumen secara akurat, dan (2) kemauan untuk melapor atau menulis dokumen dengan benar. Tugas kerja ini dilakukan melalui uji-uji berikut :
a.Uji Kemampuan Memahami Makna Literal dan Real: ialah untuk menguji kemampuan informan atau pengarang dalam memahami kata-kata dalam suatu sumber atau dokumen sesuai dengan arti atau makna literal (harfiah) dan makna realnya.
b. Uji Kemampuan Observasi secara Detail: ialah untuk melakukan uji akurasi (kecermatan) dan uji nilai observasi secara detail dari saksi mata (eyewitness) suatu peristiwa. Kemampuan informan saksi mata dalam observasi merupakan hal yang menentukan kebenaran sejarah.
c. Uji Kemampuan Melaporkan secara Detail : ialah untuk menguji kemampuan penyusun (penulis) dokumen dalam menyusun laporannya secara detail (reporting the detail).

3. Koroborasi, Kontradiksi, dan Pengukuran
Koroborasi sebenarnya merupakan bagian dari kritik internal. Yang dimaksud dengan koroborasi adalah bukti-bukti (evidence) sejarah yang membenarkan atau memperkuat suatu pernyataan (statement). Dalam hal ini pun tugas sejarawan atau peneliti sejarah tidak jauh berbeda dengan tugas seorang polisi atau detektif. Untuk memperkuat bukti-bukti kejahatan yang telah berhasil dilacak seorang polisi atau detektif berupaya pula untuk mencari suatu koroborasi. Bagi sejarawan atau peneliti sejarah bagian terbesar dari metode sejarah terekait dengan usaha untuk mendapatkan bukti-bukti koroboratif (corroborative evidence) dan menimbang bobot kualitasnya, dan untuk memecahkan problem-problem dari bukti-bukti yang kontradiktif (contradictory evidence), dan dengan koroborasi dimungkinkan yang satu mengeksplanasi lainnya.
Proses koroborasi adalah proses membandingkan suatu bukti (evidence). Untuk itu diperlukan bukti lainnya sebagai pembanding, yakni bukti yang kontradiktif (contradictory evidence). Namun proses pembandingan ini tidak mudah, terlebih-lebih bila sumber data itu tunggal, sehingga tidak ada koroborasinya atau kontradiksinya. Dalam hal seperti itu kita sungguh-sungguh berada dalam keraguan yang sepenuhnya, kecuali kalau sumber data tunggal ini kredibilitasnya hampir tidak terbantahkan dan cukup berbobot. Di lain pihak malahan perlu ditunjukkan bahwa sejarah dewasa ini menunjukkan adanya berbagai masalah yang saling bertentangan, banyak di antaranya memerlukan sebagian atau keseluruhan bahan koroborasi.
Berapa banyak koroborasi diperlukan agar proses interpretasi menjadi terasa lebih enak ? Jawabannya tergantung pada permasalahannya dan bukti-bukti mana yang berbeda. Reliabilitas dan independensi suatu bukti sangatlah diharapkan, namun dua saksi mungkin tidak lebih baijk baik dibandingkan dengan hanya satu saksi. Itu semua bergantung pada jenis saksi dan jenis problemnya. Kiranya reliabilitas saksi koroboratif jauh lebih menentukan daripada jumlah koroborasinya.
Analisis problem koroborasi memerlukan adanya semacam standard pengukuran (measurement). Biasdanya kita cenderung berfikir kepada standard pengukuran fisik (physical measurement), seperti kilogram, inci, dan Rupiah, namun jarang diantara kita yang memikirkan variasi interpretasi standard pengukuran yang bersifat non fisik seperti kebenaran (truth) dan kebajikan (virtue). Bisa saja dipergunakan ukuran kuantitatif (quantitative measurement), namun yang lebih diperlukan dalam koroborasi bukti sejarah adalah standard pengukuran kualitatif ( qualitative measurement ), ialah melalui definisi, komparasi, dan analogi (Robert Jones Shafer, 1974 : 158-161). Definisi suatu gagasan sering lebih memperbaiki pengukuran nilai dalam bukti-bukti kualitatif. Komparasi dan analogi merupakan semacam kerja intelektual, baik bersifat sebagai bagian dariu pengukuran maupun untuk menghasilkan pemahaman-pemahaman atau klarifikasi atau definisi-definisi yang membantu dalam pengukuran. Komparasi berarti menjajarkkan dan membandingkan butir atau pengertian dari berbagai budaya, institusi-institusi, ataupun pandangan hidup dari aneka budaya dan bangsa.

1 komentar:

ly4nna@gmail.com mengatakan...

terimaksaih.... pas yg sy butuhkan

Posting Komentar